Anggaran FLPP – Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Maruarar Sirait, mengajukan usulan perubahan proporsi anggaran Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). Dalam program ini, pemerintah sebelumnya mengalokasikan dana dengan proporsi 75 persen dari APBN dan 25 persen dari perbankan. Ara, sapaan akrab Maruarar, mengusulkan perubahan komposisi tersebut menjadi 50:50.
Langkah ini diharapkan mampu menciptakan efisiensi dalam penggunaan anggaran negara tanpa mengurangi efektivitas program pembiayaan perumahan rakyat. Dengan perubahan proporsi ini, tekanan terhadap APBN dapat dikurangi, sementara sektor perbankan diharapkan lebih aktif dalam mendukung pembiayaan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Manfaat Perubahan Proporsi Anggaran FLPP
Maruarar menekankan pentingnya perubahan proporsi anggaran untuk memastikan keberlanjutan program FLPP yang telah memberikan manfaat besar bagi masyarakat. Ia mengungkapkan bahwa tingkat kredit macet (non-performing loan/NPL) dari KPR FLPP yang disalurkan oleh perbankan tergolong sangat minim. Banyak debitur KPR FLPP bahkan berhasil melunasi pinjaman mereka sebelum masa tenor berakhir.
“KPR FLPP sangat diminati oleh masyarakat, dan pengembang maupun perbankan juga menyambut baik jika kuota KPR FLPP ditingkatkan di masa mendatang,” ujar Ara dalam keterangan pers, Minggu (1/12/2024).
Selain itu, pemerintah telah memastikan bahwa bunga KPR FLPP akan tetap rendah selama masa tenor melalui subsidi dari APBN. Dengan adanya penyesuaian proporsi anggaran menjadi 50:50, pemerintah berharap bisa meningkatkan efisiensi tanpa mengurangi akses masyarakat terhadap pembiayaan rumah.
Target 800.000 Unit Rumah pada 2025
Ara juga menegaskan bahwa pemerintah sedang mempersiapkan langkah untuk meningkatkan kuota KPR FLPP menjadi 800.000 unit pada tahun 2025. Angka ini jauh lebih besar dibandingkan target-target sebelumnya, mencerminkan ambisi pemerintah dalam memperluas akses hunian bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
“Kami akan meyakinkan DPR, Kementerian Keuangan, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), serta para pemangku kepentingan lainnya bahwa program ini sangat berhasil dan perlu ditingkatkan,” tutur Ara.
Ia juga mengakui bahwa program FLPP merupakan inisiatif dari pemerintahan sebelumnya. Namun, karena terbukti memberikan dampak positif, program ini harus terus didukung dan ditingkatkan.
Pengawasan dan Audit untuk Penyaluran yang Tepat Sasaran
Maruarar juga menyoroti pentingnya pengawasan dalam penyaluran KPR FLPP agar program ini benar-benar tepat sasaran. Kementerian PKP telah berkoordinasi dengan BPKP untuk melakukan audit menyeluruh terhadap penyaluran FLPP yang telah berjalan.
“Kami ingin memastikan bahwa subsidi ini benar-benar dinikmati oleh mereka yang berhak, yaitu masyarakat berpenghasilan rendah,” imbuhnya.
Langkah ini juga diharapkan dapat mengidentifikasi dan mengatasi potensi masalah dalam pelaksanaan program, termasuk penyalahgunaan subsidi atau alokasi yang tidak sesuai target.
Dukungan dari Berbagai Pihak
Sebagai bagian dari upaya penguatan program FLPP, Maruarar mengajak seluruh pihak, mulai dari masyarakat, DPR, Kementerian Keuangan, hingga perbankan, untuk mendukung perubahan proporsi anggaran ini. Kerja sama lintas sektor menjadi kunci keberhasilan program perumahan rakyat yang terjangkau dan berkelanjutan.
“Dukungan ini tidak hanya penting untuk meningkatkan kuota KPR FLPP, tetapi juga untuk menjaga keberlanjutan program dalam jangka panjang,” tegasnya.
Efisiensi dan Inovasi dalam Pembiayaan Perumahan
Dengan usulan perubahan proporsi anggaran, pemerintah tidak hanya berfokus pada efisiensi anggaran negara, tetapi juga mendorong partisipasi lebih besar dari sektor perbankan. Selain itu, perubahan ini dapat menjadi momentum untuk inovasi dalam skema pembiayaan perumahan, seperti memperluas akses digitalisasi dalam pengajuan KPR dan meningkatkan transparansi penyaluran.
Kesimpulan
Perubahan proporsi anggaran FLPP menjadi 50:50 yang diusulkan oleh Menteri PKP, Maruarar Sirait, menunjukkan komitmen pemerintah untuk menciptakan efisiensi dalam penggunaan APBN sekaligus memperkuat kolaborasi dengan sektor perbankan. Target peningkatan kuota menjadi 800.000 unit rumah pada 2025 menjadi langkah ambisius yang membutuhkan dukungan dari berbagai pihak.
Dengan pengawasan yang ketat dan pelaksanaan yang tepat sasaran, FLPP diharapkan terus menjadi solusi utama dalam menyediakan hunian terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan rendah, sekaligus menjaga keberlanjutan program pembiayaan perumahan nasional.
Baca juga artikel kesehatan lainnya.