Industri dan Petani Tembakau – Ekosistem pertembakauan sebagai bagian dari sektor manufaktur terus berjuang untuk memberikan kontribusi terbaik di tengah kondisi perekonomian yang menantang. Salah satu indikator kinerja yang menunjukkan tantangan ini adalah Cukai Hasil Tembakau (CHT). Pada tahun 2023, capaian penerimaan negara dari CHT tercatat sebesar Rp 213,5 triliun, mengalami penurunan sekitar 2,3% dibandingkan tahun sebelumnya.

Penurunan penerimaan ini mengindikasikan adanya tantangan yang dihadapi oleh industri tembakau, terutama dalam menghadapi kebijakan-kebijakan baru yang diterapkan oleh pemerintah. Kebijakan kemasan rokok polos, yang bertujuan untuk mengurangi konsumsi rokok, dapat berdampak signifikan terhadap pemasukan negara dan kelangsungan hidup petani serta industri yang bergantung pada tembakau.

Dalam kondisi yang semakin sulit, penting bagi semua pemangku kepentingan—baik dari kalangan industri maupun petani—untuk bersama-sama mencari solusi yang dapat membantu menjaga keberlanjutan ekosistem pertembakauan sambil tetap mematuhi regulasi yang ada.

Target Cukai Hasil Tembakau (CHT) dalam APBN 2024: Tantangan di Tengah Pengenaan Cukai yang Tinggi

Dalam APBN 2024, pemerintah menargetkan total penerimaan cukai mencapai Rp 246,08 triliun, dengan Cukai Hasil Tembakau (CHT) diharapkan menyumbang hingga Rp 230,41 triliun atau 93,6 persen dari total penerimaan cukai. Target ambisius ini mencerminkan pentingnya kontribusi sektor pertembakauan bagi perekonomian negara.

Namun, mencapai target penerimaan CHT ini bukanlah tugas yang mudah. Salah satu tantangan utama yang dihadapi adalah tingginya pengenaan cukai yang telah berlangsung selama lima tahun terakhir. Kebijakan tersebut, meskipun bertujuan untuk mengurangi konsumsi rokok dan meningkatkan kesehatan masyarakat, berdampak langsung pada daya beli konsumen dan potensi penjualan produk tembakau.

Seiring dengan meningkatnya pengenaan cukai, industri tembakau harus menghadapi risiko penurunan volume penjualan, yang dapat berimplikasi pada penerimaan negara. Dalam konteks ini, penting bagi pemerintah dan pemangku kepentingan di sektor pertembakauan untuk mencari keseimbangan antara kesehatan publik dan keberlanjutan industri, agar target penerimaan cukai dapat tercapai tanpa mengorbankan ekonomi yang lebih luas.

Tantangan dan Urgensi Menjaga Ekosistem Pertembakauan di Tengah Kebijakan Baru

Produksi industri hasil tembakau (IHT) di Indonesia mengalami penurunan signifikan dalam lima tahun terakhir. Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, produksi rokok nasional berkurang 10,57%, dari 355,84 miliar batang pada tahun 2019 menjadi 318,21 miliar batang pada tahun 2023. Penurunan ini menunjukkan bahwa ekosistem pertembakauan menghadapi tantangan serius yang dapat memengaruhi keberlanjutannya.

Menjaga eksistensi ekosistem pertembakauan menjadi urgensi saat ini. Tak bisa dipungkiri bahwa ekosistem ini telah menjadi motor penggerak ekonomi nasional, dengan dampak berganda yang besar. “Di tengah kondisi ekonomi yang berat saat ini, ekosistem tembakau sedang menghadapi berbagai tantangan yang bertubi-tubi. Seluruh mata rantai hulu hilir tembakau terancam dimatikan lewat sederet pasal-pasal pengaturan dalam Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 2024 (PP Kesehatan) serta aturan pelaksananya, yaitu Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) tentang Pengendalian Tembakau dan Rokok Elektronik yang sedang dikejar target untuk disahkan pada masa transisi Pemerintahan,” ujar Ketua Umum Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI), I Ketut Budhyman, pada Selasa (1/10/2024).

“Pengaturan terkait produk tembakau di dalam RPMK sangat meresahkan, dan dampaknya sangat suram bagi hulu-hilir ekosistem pertembakauan,” lanjut dia. Rancangan Permenkes tersebut memuat ketentuan untuk mendorong kemasan rokok polos tanpa merek sebagai bagian dari standardisasi kemasan.

Penolakan terhadap ketentuan kemasan rokok polos tanpa merek ini telah disampaikan dalam beberapa kesempatan oleh sejumlah elemen terkait pertembakauan, termasuk petani tembakau dan cengkih, tenaga kerja, serta peritel dan industri terkait lainnya, yang mencakup sektor industri kreatif.

Situasi ini menunjukkan bahwa kebijakan yang diambil perlu dipertimbangkan dengan matang, agar tidak mengabaikan keberlangsungan ekosistem pertembakauan yang telah lama berkontribusi terhadap perekonomian nasional.

 

Baca juga artikel kesehatan lainnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *